Beranda | Artikel
Bahaya Bidah
1 hari lalu

Bersama Pemateri :
Ustadz Iqbal Gunawan

Bahaya Bid’ah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al-Barbahari Rahimahullah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A Hafidzahullah pada Rabu, 28 Rabiul Awal 1446 H / 2 Oktober 2024 M.

Kajian Islam Tentang Bahaya Bid’ah

Beliau rahimahullah, melanjutkan peringatan kepada kita semua mengenai bahaya bid’ah, yaitu membuat syariat baru dalam agama ini. Bahaya melakukan amalan-amalan yang tidak ada dalilnya dari Al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam setiap khutbahnya memperingatkan tentang bahaya perkara ini:

كل محدثة في الدين بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار

“Sesungguhnya semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua kesesatan terancam masuk neraka.”

Ini adalah hikmah yang sangat agung, dan perkataan ini dinukil dari Salafush Shalih rahimahumullah, yaitu bahwa tidaklah manusia membuat sesuatu yang baru dalam agama, kecuali pasti mereka akan meninggalkan sunnah yang semisalnya. Ketika mereka membuat ritual-ritual baru dalam shalat atau setelah shalat, seperti dzikir-dzikir tertentu yang tidak diajarkan oleh Rasulullah, mereka pasti akan meninggalkan dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah. Sunnah yang seharusnya ditegakkan akan ditinggalkan.

Contohnya, ketika seseorang menyibukkan diri dengan wirid-wirid yang tidak ada haditsnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka akan meninggalkan wirid-wirid yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang sangat banyak dan belum tentu kita bisa melaksanakan semuanya. Misalnya, dzikir pagi, yang memiliki banyak doa-doa dan dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits-hadits yang shahih. Sebagiannya bahkan ada yang diulang seratus kali, seperti istighfar seratus kali, yang barangsiapa membacanya, maka dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.

Lihat: Dzikir pagi dan petang

Belum lagi dzikir-dzikir lain yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, seperti dzikir setelah wudu. Jika kita menggantinya dengan dzikir yang baru, yang tidak ada contohnya dari Nabi, atau diriwayatkan dari hadits palsu, maka kita akan meninggalkan hadits-hadits shahih yang menerangkan tentang dzikir yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah berwudhu.

Hampir semua bid’ah yang diadakan akan menyingkirkan sunnah yang seharusnya dikerjakan, karena bid’ah dan sunnah ini tidak dapat bersatu. Ketika seseorang sudah merasa puas dengan suatu bid’ah, kecintaannya kepada sunnah akan hilang atau sangat berkurang. Masing-masing akan menghilangkan yang lain. Sunnah akan menjauhkan seseorang dari bid’ah, dan sebaliknya.

Jika seseorang mencukupkan dengan sunnah, mulai dari bangun tidur, apa yang dia baca, itu telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti mengusap wajahnya, kemudian membaca sampai akhir surah Ali ‘Imran, lalu membaca doa masuk WC. Ini adalah sunnah-sunnah yang jelas haditsnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun, jika diganti dengan doa-doa lain yang tidak ada contohnya dari Rasulullah, maka sunnah ini akan ditinggalkan. Sebaliknya, jika bid’ah yang dikerjakan, maka sunnah akan ditinggalkan.

Inilah bahaya seorang yang bermudah-mudah dalam perkara bid’ah. Sedikit demi sedikit, ia meninggalkan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hikmah ini dinukil dari banyak ulama salaf, yaitu tidaklah seseorang mengerjakan bid’ah kecuali akan menghapuskan sunnah.

Kita juga dapat melihat bahwa orang-orang yang sibuk dengan perkara-perkara bid’ah, yang tidak ada contohnya dari Rasulullah, cenderung membenci hadits-hadits yang shahih.

Jika disampaikan kepada mereka sunnah, mereka tidak menyukainya. Bahkan, yang paling mereka benci adalah ketika disampaikan hadits yang melarang suatu perbuatan atau mengharamkan hal tertentu. Mereka tidak suka mendengar hadits-hadits shahih yang bertentangan dengan kebiasaan mereka, atau yang bertentangan dengan apa yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sunnah dan bid’ah tidak akan terkumpul dalam hati seseorang.

Seorang yang mengagungkan sunnah akan membenci bid’ah, dan sebaliknya, seorang yang sibuk melakukan bid’ah akan membenci sunnah. Para Ahlus Sunnah, ketika mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, merasa sangat senang dan gembira. Sebagaimana para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika disampaikan sesuatu dari Nabi, mereka menyambutnya dengan suka cita.

Sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu pernah meriwayatkan bahwa suatu hari seorang sahabat membaca doa iftitah ” اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا” dan Nabi bertanya, “Siapa yang membaca doa tadi?” Salah seorang sahabat menjawab, “Saya, Ya Rasulullah.” Lalu Nabi bersabda, “Saya takjub dengan doa ini. Dengannya, pintu-pintu langit dibuka.” Sahabat Abdullah bin Umar kemudian berkata, “Sejak mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, aku tidak pernah meninggalkan doa itu.”

Inilah yang wajib kita contoh, yaitu bagaimana semangat para sahabat dalam menerapkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika kita mendengar hadits dari Nabi, kita harus senang dan bersemangat untuk mengamalkannya.

Adapun ahlul bid’ah, sangat benci ketika dibacakan kepada mereka hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, terutama yang melarang apa yang selama ini mereka lakukan dan menjadi kebiasaan. Inilah yang membuat kita harus lari dari bid’ah dan membenci segala kebid’ahan, yakni segala hal baru dalam agama. Karena bid’ah akan menghilangkan kecintaan terhadap sunnah dalam diri kita, serta melenyapkan pengagungan terhadap sunnah.

Maka, waspadalah dari perkara-perkara yang diharamkan, karena tidak ada kebaikan di dalam sesuatu yang diharamkan. Semua yang Allah larang, baik itu haram atau makruh, tidak mengandung kebaikan. Baik itu perbuatan syirik, kekufuran, atau maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengharamkan sesuatu yang baik. Allah tidak mengharamkan apa yang kita butuhkan, melainkan hanya mengharamkan sesuatu yang murni buruk atau keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya. Semua yang diharamkan dan dilarang dalam agama kita adalah perkara buruk, perkara yang mengandung mudarat, baik itu mudarat yang murni seratus persen atau yang lebih besar daripada maslahatnya. Maka, segala bid’ah, atau amaliah yang tidak diperintahkan dan contohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak kita butuhkan.

Begitu juga dengan semua yang diharamkan oleh Allah, baik itu berupa makanan, minuman, maupun amalan-amalan. Semua ini adalah perkara yang tidak kita butuhkan dan justru membahayakan diri kita.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54539-bahaya-bidah/